KARO - Anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Karo, Onasis Sitepu ST menuding pemerintah daerah bagaikan 'Tukang Jahit' dalam menangani percepatan relokasi tahap III pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung.
Hal tersebut terungkap pada rapat dengar pendapat (RDP) antara masyarakat 3 desa dan 1 dusun dengan Bupati Cory Sebayang didampingi wakilnya Theo Ginting dan SKPD terkait, diruang rapat Gedung DPRD, Rabu (18/08/2021) sekira pukul 13:00 WIB yang dihadiri beberapa anggota dewan.
"Pemerintah daerah jangan seperti 'tukang jahit' dalam menangani percepatan relokasi pengungsi. Tahu arti tukang jahit? hanya goyang-goyang kaki atau terkesan santai. Sepele dalam menangani konflik lahan yang terjadi di Siosar. Sudah jelas-jelas lokasi itu untuk dijadikan lahan usaha tani bagi masyarakat pengungsi. Kenapa masih juga ada yang mengklaim, " ujarnya.
Akibat konflik klaim-mengklaim lokasi lahan yang diperuntukkan bagi warga pengungsi belum selesai. Sehingga anggaran dari BNPB pusat yang belum terealisasi menjadi finalti (jatuh tempo) dan mau tidak mau harus dikembalikan ke pusat.
"Sekarang ini Pemda meminta agar kita menyetujui penganggaran untuk land clearing (Pembersihan) lahan termasuk jatah hidup serta sewa lahan pengungsi 3 desa dan 1 dusun. Sementara konflik dengan masyarakat Desa Pertibi Lama dan Sukamaju belum dapat terselesaikan, " ketusnya.
Menurutnya, berapapun angggaran yang diminta atau diusulkan Pemda, DPRD pasti menyetujuinya. Permasalahannya sekarang ini, apakah konflik lokasi lahan usaha tani yang diklaim masyarakat Desa Pertibi Lama dapat terselesaikan secepatnya.
"Jangankan 9 miliar, 20 miliarpun akan kami setujui anggarannya. Karena sama saja bohong jika konflik lahan tak selesai juga, yang ujung-ujungnya dana tak bisa terpakai (Silpa), " sebut Onasis.
Ia juga menyebut, Pemda Karo seolah-olah lepas tangan dalam pekerjaan pembersihan lahan (cabut tungkul) yang dikerjakan rekanan pemenang tender.
"Saat ini pekerjaan masih tersendat. Rekanan merasa takut bekerja karena adanya konflik. Jadi pemda terkesan 'Cuci Tangan' dengan masalah ini. Kita semua juga berharap agar penanganan percepatan relokasi tahap III tidak terjadi pertumpahan darah seperti relokasi tahap II di Lingga, " harapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, permasalahan tersebut perlu secepatnya berkoordinasi lagi dengan pemerintah pusat, provinsi dan institusi penegak hukum (Yudikatif) atau TNI/Polri.
"Surati saja, jika perlu datangi. Pemda harus jemput bola. Tanyakan lagi status lahan itu ke kementerian kehutanan. Begitu juga soal pengamanan, minta pengawalan ke Polres dan Kodim. Warga pengungsi belum bisa tinggal disana kalau lahan usaha tani mereka belum tersedia, " sarannya.
Sekedar diketahui, lahan usaha tani seluas 480, 11 hektar yang diperuntukkan bagi warga Desa Sukanalu, Sigarang-Garang dan Mardinding serta Dusun Lau Kawar yang masuk relokasi tahap III di kawasan Siosar diklaim warga Desa Pertibi Lama Kecamatan Merek.
Padahal lahan tersebut berada di areal pelepasan kawasan hutan sesuai SK Menteri No. SK.547/MenLHK/SETJEN/PLA.2/10/2017 tentang pelepasan kawasan hutan produksi tetap dalam rangka TMKH untuk relokasi pengungsi.
(Anita Theresia Manua)